Monday, October 29, 2007

Patok Sakti Surveyor

Menyambung posting sebelumnya mengenai Permendagri No 27 Tahun 2006. Pelatihan yang diterima para peserta dari Kukar, telah membuka wawasan bahwa permasalahan batas berpotensi menimbulkan sengketa antar desa.

Disatu sisi, pemahaman bagi para kepala pemerintahan sampai kepala desa bahkan ketua RT tentang wilayah kerja masing - masing sangat penting. Karena menyangkut program kerja atau program pembangunan daerah. Bagi suatu daerah hal tersebut menjadi dasar pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah. Sehingga daerah bisa lebih tertata dan terkoordinasi.
Tapi dilain sisi, pemahaman wilayah, mempunyai potensi munculnya sikap primodialisme, yang kecenderungannya mementingkan daerah masing - masing. Hal ini mempunyai potensi konflik antar daerah ( silakan cek di google masukkan kata kuncinya konflik batas ). Hal ini harus dihindarkan oleh semua pihak, termasuk kalangan akademis untuk bisa memberi masukkan dalam proses penetapan batas sampai penegasan batas.

Ya, begitulah, kita sebagai Surveyor ( kalau mau keren lagi GEODET ), meskipun senjatanya patok. Ternyata mempengaruhi dinamika kehidupan. Kita memang punya "patok yang sakti ".

Friday, October 26, 2007

Manajemen Jaringan Utilitas dengan Modul Network

Permasalahan mendasar di beberapa kota besar di Indonesia adalah menyangkut jaringan utilitas yang menyediakan layanan jasa kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat, diantaranya air, listrik, transportasi, telepon dan lain - lain. Jaringan utilitas membutuhkan konsep manajemen dan teknis yang baik, meliputi rencana pembangunan jaringan, administrasi jaringan, pembangunan jaringan, pemeliharaan jaringan. Pembangunan jaringan utilitas sifatnya dinamis, seiring dengan perkembangan daerah dan masyarakat. Hal ini perlu suatu perencanaan yang matang. Di Indonesia, jaringan utilitas sangat rentan dengan kebocoran atau penyimpangan kapasitas, yang mempengaruhi volume pemenuhan bagi konsumen, berkurangnya income bagi penyedia jasa, rencana pengembangan jaringan dan pemeliharaan jaringan.

Salah satu perangkat yang bisa dipakai untuk merencanakan dan memonitor jaringan yang berbasis Sistem Informasi Geografi adalah Modul Network yang merupakan salah satu modul dari perangkat lunak ARCINFO. Modul ini menggunakan basis peta suatu jaringan [ jaringan jalan, jaringan pipa, jaringan kabel ], database kapasitas jaringan, database pelanggan dan database pusat jaringan. Dari penggabungan data tersebut bisa disimulasi, kemampuan pusat jaringan dalam pemenuhan pelanggan. Secara logika matematika bahwa ruas kanan = ruas kiri, kapasitas pusat jaringan = jumlah total kapasitas pelanggan. Apabila logika ini memberikan hasil berbeda, misalkan kapasitas pusat jaringan lebih besar berarti jaringan masih bisa dikembangkan untuk pelanggan baru tetapi apabila sebaliknya yaitu kapasitas pusat jaringan lebih kecil daripada pelanggan diartikan telah terjadi suatu kebocoran.

Simulasi atau analisa yang lain dapat dikembangkan untuk perencanaan pusat jaringan yang baru, baik posisinya ataupun kapasitasnya, selain itu bisa dikembangkan jumlah maksimum pelanggan dari suatu luas area tertentu.

Dengan suatu perencanaan jaringan yang baik diharapkan adanya perbaikan dalam pemenuhan kebutuhan penduduk yang terdistribusi dengan jaringan yang handal.

Tulisan ini bersifat ilustrasi, saya sendiri pernah mencoba melakukan penelitian di jaringan jalan raya kotamadya Jogjakarta, dengan harapan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk pengembangan jalan sesuai pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang lain sebelumnya mengenai Pemanfaatan Modul Network pada Jaringan PDAM juga pernah dilakukan oleh Rudianto Suryo Binantoro dari Teknik Geodesi UGM.

Semoga akan ada penelitian lain di bidang jaringan berbasis SIG untuk mendukung kemajuan di bidang pelajanan jasa.

Wednesday, October 24, 2007

Permendagri No 27 Tahun 2006

Permendagri No 27 Tahun 2006 mempunyai tujuan memberikan kepastian hukum terhadap batas desa di wilayah darat dan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan penetapan dan penegasan batas desa secara tertib dan terkoordinasi.
Berkaitan dengan posting sebelumnya, Pemkab Kutai Kartanegara ( Kukar )bekerjasama dengan Jurusan Teknik Geodesi - Geomatika UGM, menyelenggaran pelatihan Penetapan dan Penegasan Batas yang diikuti aparat bagian pemerintah desa kabupaten Kutai Kartanegara, kepala desa dan lurah. Suatu langkah maju bagi Pemkab Kukar dalam rangka sosialisasi Permendagri No 27 Tahun 2006. Dalam Permendagri No 27 Tahun 2006, tahapan penetapan dan penegasan batas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
  1. Menetapkan peta dasar yang akan dipakai.
  2. Menetapkan batas desa secara kartometrik diatas peta. Penetapan ini didasarkan atas penelitian dokumen dan sumber hukum lainnya berkaitan dengan batas desa.
  3. Merencanakan dan melaksanakan penetapan dan penegasan batas desa dilapangan ( pemasangan patok batas desa ) berdasar pada prinsip - prinsip geodesi.
  4. Melaksanakan sosialisasi penetapan dan penegasan batas desa. Kemudian dibuatkan Berita acara kesepakatan bersama antar desa dan disaksikan Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa.
  5. Mengajukan dokumen Penetapan dan Penegasan Batas Desa ke Kepala Daerah Tingkat II untuk mendapat pengesahan.
Dari ringkasan itu, bisa dipahami bahwa penetapan batas merupakan proses awal yang penting. Secara teknis yang harus diperhatikan adalah penyiapan peta dasar yang akan digunakan. Perlu diketahui instansi yang terkait dalam Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa terdiri unsur diantaranya Bagian Pemerintahan, Bappeda, Kantor Pertanahan, Kantor Pajak Bumi dan Bangunan, Dinas PU, Dinas Tata Ruang, Dinas Tata Kota. Perlu adanya penyatuan pemahaman dalam menentukan peta dasar dengan sistem proyeksi peta yang seragam dalam perencanaan penetapan dan penegasan batas. Tentunya tidak akan menjadi masalah besar kalau peta dasar yang dipakai adalah peta dasar dari BAKOSURTANAL ( bagi daerah - daerah yang sudah dipetakan oleh BAKOSURTANAL ). Tetapi apakah dalam implementasi kebutuhan tiap instansi tersebut bisa dipenuhi ?
Permasalahan akan muncul dalam penegasan batas di lapangan. Contohnya ada satu bidang persil yang dibelah batas desa, satu bagian masuk di desa A dan bagian yang lain masuk desa B, atau ada bagian desa yang sebelum ada Permendagri No 27 Tahun 2006 masuk desa A, begitu diperlakukan peraturan ini masuk desa B.
Dari sedikit tulisan ini, diperlukan juga pelatihan dalam proses penetapan batas secara kartometrik, aspek - aspek yang berkaitan dalam proses ini perlu dipahami dan dalam implementasi tertib administrasi dan terkoordinasi bisa dicapai.

Tuesday, October 23, 2007

Kerjasama UGM dan Pemkab Kutai Kartanegara

Pada tanggal 22 Oktober 2007 telah dibuka Pelatihan Tentang Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah ( PPBW ) desa / kelurahan. Pelatihan ini merupakan kersama antara Universitas Gadjah Mada dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Pelatihan akan dilakukan di Jurusan Teknik Geodesi dan langsung diasuh oleh dosen - dosen jurusan Teknik Geodesi UGM yang memiliki kompetensi mengenai permasalahan tersebut. Pelatihan semacam ini baru pertama kali di Indonesia. Dan merupakan langkah maju untuk Jurusan Teknik Geodesi dalam kontribusi dalam penataan wilayah. Selamat untuk Jurusan Teknik Geodesi UGM.
Pelatihan semacam ini sangat penting untuk sosialisasi Permendagri No 27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa.
Pelatihan dibuka oleh Sekkab Kutai Kartanegara Husni Thamrin, Fakultas Teknik UGM diwakili Bp. Ir. Djawahir, M.Sc.( Wakil Dekan Bidang Keuangan dan Umum ) dan dari Jurusan Teknik Geodesi UGM diwakili Bp. Ir. Parseno,MT ( sekretaris Jurusan Teknik Geodesi UGM ). Pelatihan akan berlangsung hingga tanggal 26 Oktober 2007, diikuti oleh 35 peserta yang terdiri dari unsur kepala desa, lurah dan jajaran Pemerintah Desa Kutai Kartanegara